Ya begitulah kata-kata yang saya kutip, "sedikit yang penting berkah". Ini lagi membicarakan mengenai apa ya? Membicarakan mengenai "penghasilan". Biasanya, mahasiswa/i tingkat akhir sambil menunggu jadwal sidang, mereka menyempatkan diri untuk memulai mencari-cari pekerjaan untuk mengisi waktu kosongnya. Jadi, jika mereka sudah resmi meraih gelarnya, mereka bisa langsung memulai kerjanya tanpa menunggu-nunggu lagi. Karena menunggu adalah salah satu hal yang membosankan, right?
Mencari pekerjaanpun butuh pemikiran yang matang. Bukan langsung main "terima-terima" saja ketika mendapat tawaran pekerjaan tersebut. Apalagi jika lulusan Fakultas Ekonomi yang kebanyakan setelah lulus kuliah, mereka meng-apply ke beberapa bank ternama, ya namanya juga berhubungan dengan keuangan. Nah, tanpa pemikiran panjangpun jika mereka mendapat tawaran bekerja di bank konvensional, langsung "diterima" saja tawaran pekerjaan tersebut oleh mereka. Kalau saya sih mikir-mikir lagi. Teman-teman pasti tahu dong kalau bank konvensional itu "riba".
Mengenai hal ini Rasulullah SAW bersabda “Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menyediakan diri mereka untuk disiksa oleh Allah.” (HR Hakim) Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih isnadnya.
Cukuplah kiranya jika kita membaca firman Allah
Ta’ala berikut ini:
”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan
sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (QS. Al Baqarah: 276)
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu …” (QS. Al Baqarah: 278-279)
Dalam peraturan dan tuntunannya Islam menyuruh umatnya agar memerangi
kemaksiatan. Apabila tidak sanggup, minimal ia harus menahan diri agar
perkataan maupun perbuatannya tidak terlibat dalam kemaksiatan itu.
Karena itu Islam mengharamkan semua bentuk kerja sama atas dosa dan
permusuhan, dan menganggap setiap orang yang membantu kemaksiatan
bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya, baik pertolongan itu dalam
bentuk moril ataupun materiil, perbuatan ataupun perkataan. Dalam sebuah
hadits tentang khamar beliau SAW bersabda:
”Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya, pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya, dan yang dibawakannya.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap:
”Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap, dan yang menjadi perantaranya.” (HR Ibnu Hibban dan Hakim)
Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdillah RA meriwayatkan:
”Rasulullah
melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua
orang yang menjadi saksinya.” Dan beliau bersabda: “Mereka itu sama.” (HR Muslim)
Ibnu Mas’ud meriwayatkan:
”Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya.” (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi). Tirmidzi menshahihkannya. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban dan Hakim, dan mereka menshahihkannya.
Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan:
”Orang yang makan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dan dua orang saksinya – jika mereka mengetahui hal itu - maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad SAW hingga hari kiamat.” (HR. Nasa’i)
Hadits-hadits shahih yang sharih itulah yang menyiksa hati orang-orang
Islam yang bekerja di bank-bank atau syirkah (persekutuan) yang
aktivitasnya tidak lepas dari tulis-menulis dan bunga riba. Na'udzubillaah. Jadi teringat ketika seorang senior di tempat mengajar bilang, "ketika mahasiswa udah lulus, maka konsistensi itu gak penting lagi. lihat aja, banyak temen-temen gw yang dulu ngompor-ngomporin sistem syari'ah waktu kuliah, eh pas lulus malah tau-tau kerja di bank konvensional. Mending rul mahasiswa biasa, lah ini anak rohis. Tuh kan kebukti, konsistensi tuh gak penting."
Ckckck memang benar sih. Lho, bukan benar yang bagian "konsistensi tuh gak penting" lho ya. Tapi benar di bagian, "dulu ngompor-ngomporin sistem syari'ah waktu kuliah, eh pas lulus tau-tau kerja di bank konvensional. Mending rul mahasiswa biasa, lah ini anak rohis." Konsistensi itu tetap penting lah, bagi orang-orang yang ingin menjaga prinsipnya. Sedih aja gitu jika salah satu orang yang kita kenal itu mengerti kalau bekerja di bank konvensional itu "diragukan" (menurut saya), mereka juga sudah mengerti tentang riba, tapi mereka tetap bilang, "ya abis gimana lagi, orang udah diterima di sana, kita juga butuh, kan sayang kalau dilepas, hehe." Ohhh dunia.....Semua digadaikan dengan uang... Duniaaaa... Kau sebegitu menggoda jutaan ummat di seluruh dunia.. -___-
Jadi teringat lagi wawancara di SDIT tempat saya meng-apply untuk mengajar di sana, suami dari pemilik sekolah tersebut bilang, "Gajinya di sini "segini" (ups maaf disensor), emang kecil sih, kan kita niatnya mencari keberkahan. Kecil tapi berkah, daripada banyak tapi gak berkah, iya gak? Tapi kita tetap berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru di sini. Insya Allah, ini menjadi amal jariyah kita jika kita niatkan untuk kebaikan, sama aja ketika kita melakukan dosa lalu ada orang yang mengikutinya itu kan juga termasuk dosa jariyah, jadi ada amal jariyah, begitupun dosa, ada dosa jariyah.". Tapi untuk seukuran SDIT yang baru berdiri itu, hak mengajar segitu sudah termasuk besar lho. It's my opinion. Tapi, besar kecilnya semoga tetap berkah. ^_^ Oke kita ambil pelajaran dari situ lagi. Ehm ternyata banyak hikmah dari semua kejadian setiap harinya yang sudah kita lalui ya. Tinggal kita saja yang harus pintar menjadikan hikmah tersebut sebagai pelajaran untuk diri kita maupun orang lain yang ada di sekitar kita. ^_^